SISTEM
HUKUM DAN PERADILAN
A. Pengertian Sistem Hukum dan
Peradilan Nasional
1. Sistem
Sistem adalah suatu kesatuan
susunan, dimana masing–masing unsur yang ada di dalamnya tidak diperhatikan
hakikatnya, tetapi dilihat menurut fungsinya terhadap keseluruhan kesamaan
susunan tersebut.
2. Hukum
Hukum sulit di definisikan karena
kompleks dan beragamnya sudut pandang yang akan dikaji. Karena itu, sebaiknya
kita lihat dulu pengertian hukum menurut para ahli hokum terkemuka berikutini :
· Prof.
Van Apeldoorn mengatakan
bahwa “definisi hukum sangat sulit dibuat karena tidak mungkin untuk
mengadakannya yang sesuai dengan kenyataan”
·
Prof.
Mr. E.M. Meyers
Hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan, ditujukan
kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat, dan menjadi pedoman bagi penguasa
Negara dalam melaksanakan tugasnya.
·
Leon
Duguit Hukum
adalah aturan tingkah laku anggota masyarakat, aturan yang daya penggunaannya
pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai jaminan dari
kepentingan bersama dan yang pelanggaran terhadapnya akan menimbulkan reaksi
bersama terhadap pelakunya.
·
Drs.
E. Utrecht, S.H Hukum
adalah himpunan peratuan( perintah dan larangan ) yang mengurus tata tertib
suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu.
·
S.M.
Amin, S.H Hukum
merupakan kumpulan peraturan yang terdiri dari norma dan sanksi, dengan tujuan
mewujudkan ketertiban dalam pergaulan manusia.
·
J.C.T.
Simorangkir, S.H. danWoerjonoSastropranoto, S.H Hukum adalah peratuan-peraturan yang
bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan
masyarakat, yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, dan yang
pelanggaran terhadapnya mengakibatkan diambilnya tindakan, yaitu hukuman
terentu.
Sistem Hukum
Jadi,
system hukum
adalah suatu kesatuan hukum dari unsure hukum yang saling berhubungan dan
bekerja sama sebagai suatu kesatuan untuk mencapai tujuan tertentu.
Pengertian Sistem Peradilan Nasional
Sistem Peradilan Nasional adalah
suatu keseluruhan komponen peradilan nasional, pihak-pihak dalam proses
peradilan, hirarki kelembagaan peradilan maupun aspek-aspek yang bersifat
prosedural yang saling berkait sedemikian rupa, sehingga terwujud suatu
keadilan hukum.
Tujuannya, yaitu mewujudkan keadilan
hukum bilamana komponen-komponen sistemnya berfungsi dengan baik.
Komponen-komponen itu antara lain:
·
Materi
hukum materil dan hukum acara (hukum formil)
Hukum materil adalah berisi himpunan
peraturan yang mengatur kepentingan-kepentingan dan
hubungan-hubungan yang berwujud perintah ataupun larangan larangan. Hukum acara
adalah himpunan peraturan yang memuat tata cara melaksanakan dan mempertahankan
hokum materil, dengan kata lain, hukum yang memuat peraturan yang mengenai
cara-cara mengajukan suatu perkara kemuka pengadilan dan tatacara hakim memberi
putusan.
·
Prosedural, yaitu proses
penyeledikan/penyidikan, penuntunan, dan pemeriksaan dalam sidang pengadilan
(mengadili). Penyelidikan merupakan serangkaian tindakan penyelidik untuk
mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pelanggaran
hukum guna menentukan dapat tidaknya dilakukan penyidikan.
Penyidikan adalah serangkaian
tindakan penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu
membuat terang tidaknya pelanggaran hukum yang terjadi dan siapa tersangkanya.
Penununtutan adalah tindakan
penuntut umum untuk melimpahkan perkara ke pengadilan yang berwenang dalam hal
dan menurut cara yang ditentukan undang-undang dengan permintaan supaya diperiksa
dan diputusoleh hakim di sidang pengadilan.
·
Budaya
hukum para pihak
yang berkait dalam proses peradilan yaitu penyelidik / penyidik, penuntut umum,
hakim, para pencari keadilan baik korban, tersangka / terdakwa ataupun
penasihat hukum.
·
Hirarki
kelembagaan peradilan merupakan
susuna lembaga peradilan yang secara hirarki memiliki fungsi dan kewenangan
sesuai dengan lingkungan peradilan masing masing.
B. Peran Lembaga Peradilan
Lembaga hukum (lembaga peradilan)
adalah lembaga yang mengatur segala sesuatu tentang hukum. Peran lembaga hokum
dalam menjalankan hokum adalah mengatur segala sesuatu hukum yang berlaku.
Peradilan nasional adalah segala sesuatu mengenai perkara pengadilan yang
bersifat atau sesuatu mengenai perkara pengadilan yang meliputi suatu bangsa,
dalam hal ini bangsa Indonesia.
Alat
penegak hukum ada 3,yaitu :
1.
Polisi
2.
Kejaksaan
3.
Kehakiman
Landasan
hukum badan-badan peradilan di Indonesia
1.
UU
No.14 Tahun 1985 diubah UU No.5 Tahun 2004
2.
UU
No.2 Tahun 1986 diubah UU No.8 Tahun 2004
3.
UU
No.7 Tahun 1989 diubah UU No.31 Tahun 1997
4.
UU
No.5 Tahun 1986 diubah UU No.9 Tahun 2004
5.
UU
No.24 Tahun 2004
6.
UU
No.14 Tahun 1970 diubah UU No.35 Tahun 1999
7.
UU
No.14 Tahun 1970 tidak berlaku lagi dengan UU No.4 Tahun 2004
Sesuai
ketentuan negara hukum adalah semua warga negara tanpa kecuali harus tunduk dan
patuh pada hukum maka siapapun yang
melanggar hukum harus di hukum sesuai kesalahannya serta tidak ada orang yang
kebal hukum (termasuk lembaga-lembaga hukum).
·
Kesadaran Hukum Warga Negara
Indonesia
3 prinsip kesadaran hukum yaitu :
1. Pengakuan dan perlindungan HAM dalam
bidang politik, hukum, sosial, ekonomi, kultural dan pendidikan.
2. Peradilan yang bebas dan tidak
memihak.
3. Legalitas hukum dalam segala
bentuknya.
·
Upaya
pemerintah meningkatkan kesadaran hukum
1. Mengembangkan budaya hukum
2. Menata sistem hukum nasional
3. Menegakkan hukum secara konsisten
4. Melanjutkan ratifikasi konvensi
internasional
5. Meningkatkan integritas moral
penegak hukum
6. Mewujudkan lembaga peradilan yang
mandiri
·
Sanksi Hukum
Agar supremasi hukum benar-benar
ditegakkan maka setiap pelanggaran terhadap hukum harus ditindak tegas tanpa
pandang bulu ssesuai dengan kesalahannya. Adapun ancaman atau sanksi hukum
menurut pasal 10 KUHPadalah pidana pidana pokok dan pidana tambahan
Pidana pokok terdiri atas :
a.
Pidana
mati
b.
Pidana
penjara, yang terdiri atas pidana seumur hidup
dan pidana sementar (maksimal 20 tahun dan sekurang-kurangnya satu
tahun)
c.
Pidana
kurungan sekkurang-kurangnyasatu hari dan setinggi-tingginya satu tahun, dan
d.
Pidana
denda
C. Sikap taat terhadap Hukum
Sikap
yang sesuai dengan ketentuan hukum adalah sikap yang mentaati semua hukum dan norma
yang berlaku.
- Contoh
Perilaku yang sesuai dengan ketentuan hukum:
- Di Keluarga
-
Mematuhi
nasihat orang tua
-
Melaksanakan
tugas sesuai dengan kesepakatan keluarga
-
Membersihkan
rumah sesuai jadwal yang telah ditetapkan
2. Di Sekolah
-
Menghormati
Guru
-
Mematuhi
tata tertib sekolah
-
Mengerjakan
tugas yang diberikan oleh guru
-
Tidak
menyonteksaat ulangan
-
Melaksanakan
tugas piket
3. Di Masyarakat
-
Ikut
melaksanakan ronda malam
-
Mengikuti
kegiatan kerja bakti
-
Mentaati
peraturan (adat istiadat) yang berlaku di masyarakat
4. Di Negara
-
Turut
serta membela negara
-
Mentaati
hukum yang berlaku di Negara
D.
Korupsi
dan Dasar Hukum Pemberatasannya
Pengertian Korupsi
Kata “korupsi” menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, berarti penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau
perusahaaan) dan sebagainya untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Perbuatan
korupsi selalu mengandung unsur “penyelewengan” atau dis-honest (ketidakjujuran).
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28Tahun 1999 tentang Penyelewengan Negara
yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dise-butkan bahwa
korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan per-aturan
perundang-undangan yang mengatur tentang pidana korupsi.
Korupsi di Indonesia
q Asal mula korupsi :
·
Adanya seorang pemimpin dalam
menjalankan kekuasaan kurang berpedoman, yaitu:
• Tidak cerdas
• Tidak jujur
• Tidak amanah
• Tidak dapat dipercaya
•
q Upaya pemberantasan korupsi
• Mengefektifkan lembaga penegak hukum,polisi,kejaksaan dan
pengadilan.
• UU RI No.21 Tahun 2001
• Melindungi masyarakat yang menggunakan haknya
• Memberi penghargaan kepada masyarakat yang telah berjasa
membantu upaya pencegahan dan pemberantasan
• UU RI No.30 Tahun 2002 tentang KPK
Dasar
Hukum Pemberantasan Korupsi
Pemberantasan tindak pidana korupsi
berdasarkan ketentuan-ketentuan berikut :
a.
Undang-undang RI No. 3 tahun 1971
tentang Pemberantasan Korupsi
b.
Undang-undang RI No. 28 tahun 1999
tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi Kolusi Dan
Nepotisme
c.
Undang-undang RI No. 31 tahun 1999
tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi
d.
Peraturan Pemerintahan RI No. 71
tahun 2000 tentang tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberian
penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi
e.
Undang-undang Ri No, 20 tahun 2001
tentang Perubahan atas Undang-undang RI No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan
tindak pidana korupsi
f.
Undang-undang RI No. 15 tahun 2002
Tindak pidana pencucian uang
g.
Undang-Undang RI No. 30 tahun 2002
tentang Komisi pemberantasan tindak pidana korupsi
h.
Undang-undang RI No. 7 tahun 2006
tentang Pengesahan United Convention Against Corruption , 2003 (Konvensi
Perserikatan PBB Anti Korupsi , 2003)
i.
Instruksi Presiden Republik
Indonesia No. 5 tahun 2004 tentang percepatan pemberantasan korupsi
j.
Undang-undang RI No. 46 tahun 2004
tentang pengadilan tindak pidana korupsi
k.
Tap MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang penyelanggaran
Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN)
l.
Undang-undang No.31 Tahhun 1999 tentang
Pembarantasan Tindak Pidana Korupsi
m.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 65 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kekayaan Penyelanggara Negara
n.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nop.66 Tahun
1999 tentang Tata Cara Pengangkatan serta Pemberhentian Aggota Pemeriksa
o.
Peraturan Republik Indonesia No.67 Tahun 1969
Tentang Cara Pemantauan dan Evaluasi Tugas dan Wewenang Komisi Pemeriksa
p.
Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 1999 Tentang Cara
Pelaksan/aan Peran serta Masyarakat dalam Penytelanggaraan Negara
E.
Pemberantasan
Korupsi Di Indonesia
Korupsi di Indonsia dimulai sejak era Orde
Lama sekitar tahun 1960-an bahkan sangat mungkin pada tahun-tahun sebelumnya.
Pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 24 Prp 1960 yang diikuti dengan
dilaksanakannya “Operasi Budhi” dan Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi
berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 228 Tahun 1967 yang dipimpin langsung oleh
Jaksa Agung, belum membuahkan hasil nyata.
Upaya-upaya
hukum yang telah dilakukan pemerintah sebenarnya sudah cukup banyak dan
sistematis. Namun korupsi di Indonesia semakin banyak sejak akhir 1997 saat
negara mengalami krisis politik, sosial, kepemimpinan, dan kepercayaan yang
pada akhirnya menjadi krisis multidimensi. Gerakan
reformasi yang menumbangkan rezim Orde Baru menuntut antara lain ditegakkannya
supremasi hukum dan pemberantasan Korupsi, Kolusi & Nepotisme (KKN).
Tuntutan tersebut akhirnya dituangkan di dalam Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999
& Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penye-lenggaraan Negara yang
Bersih & Bebas dari KKN.
Partisipasi dan dukungan dari masyarakat
sangat dibutuhkan dalam mengawali upaya-upaya pemerintah melalui KPK (Komisi
Pemberantasan Korupsi) dan aparat hukum lain.
KPK yang ditetapkan melalui Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk
mengatasi, menanggulangi, dan memberan-tas korupsi, merupakan komisi independen
yang diharapkan mampu menjadi “martir” bagi para pelaku tindak KKN.
Adapun
agenda KPK adalah sebagai berikut :
-Membangun
kultur yang mendukung pemberantasan korupsi.
-Mendorong pemerintah melakukan reformasi public
sector dengan mewujudkan good governance.
-Membangun kepercayaan masyarakat.
-Mewujudkan
keberhasilan penindakan terhadap pelaku korupsi besar.
-Memacu aparat hukum lain untuk memberantas korupsi.
Upaya
yang Dapat Ditempuh dalam Pemberantasan Korupsi
Ada beberapa upaya yang
dapat ditempuh dalam memberantas tindak korupsi di Indone-sia, antara lain
sebagai berikut :
- Upaya
pencegahan (preventif).
- Upaya
penindakan (kuratif).
- Upaya
edukasi masyarakat/mahasiswa.
- Upaya
edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).
No comments:
Post a Comment